Rabu, 03 Juni 2009

BANYAK ORANG YANG TAK LELAH MENDOAKAN KITA, TANPA KITA SADARI

Beragam capaian hidup mungkin pernah atau tengah kita rasakan. Dan satu hal penting yang perlu kita catat, bahwa semua capaian itu tak lepas dari dua hal; kerja keras dan do’a. Kerja keras mesti kita lakukan karena di dunia ini tak ada yang kita dapatkan secara gratis.

Sementara do’a, itu adalah bentuk kerendahdirian kita di hadapan kemahatinggian Allah swt, agar kita meminta dan memohon pertolongan dari-Nya, dalam segala urusan kita. Sebab hanya mengandalkan kerja keras tanpa do’a, adalah kesombongan. Sebaliknya, berdo’a terus menerus tanpa usaha adalah bukti kemalasan dan kebodohan.

Terkait do’a, salah satu keunggulan islam adalah memberikan ruang kepada orang lain untuk ikut berkontribusi di dalamnya, dengan mendo’akan orang lain.

Do’a itu mampu melahirkan kedekatan hubungan batin antara yang berdo’a dan yang di do’akan, kedekatan yang mungkin tidak dapat digantikan dengan hubungan apapun lainnya.

Muhammad saw yang seorang nabi dan rasul, yang do’anya selalu diijabah, tidak malu berpesan kepada Umar yang akan berangkat ke negeri Syam, untuk minta dido’akan oleh seorang Uwais Al Qarni ra. Pesan itu tidak semata bahwa Rasulullah ingin menunjukan kemulian seorang Uwais yang sangat berbakti kepada ibunya di hadapan para sahabat, tetapi juga agar kita mau meminta orang lin mendo’akan kita, karena kita tidak pernah tahu dari mulut siapa do’a itu diijabah.

Pada kesempatan yang berbeda, Umar bin Khattab ra berkata, “Aku minta izin kepada Nabi Muhammad saw untuk melaksanakan umrah. Kemudian Rasulullah mengizinkan dan berkata, “Jangan lupa do’akan kami.” Lalu beliau mengatakan suatu kalimat yang menggembirakanku bahwa aku mempunyai kebahagiaan dengan kalimat tersebut di dunia. Riwayat lain menyebutkan, bahwa beliau berkata, “Sertakan kami dalam do’amu, wahai saudaraku.” (HR. Abu Daud)

Inilah kontribusi itu. Bahwa do’a orang lain memiliki kekuatan pengaruh terhadap diri kita. Bahkan, Rasulullah saw mengingatkan sebuah do’a yang amat mustajab di sisi Allah, yaitu do’a yang dipanjatkan orang lain untuk kita, tanpa permintaan dan tanpa sepengetahuan kita. Itulah yang beliau sebut dengan “ad du’a bi zhahril ghaib“, seperti dalam sabdanya, “Tak ada seorang muslim pun yang berdo’a untuk saudaranya di belakangnya (bi zahril ghaib), melainkan malaikat berkata kepadanya, “Dan bagimu seperti yang kau mintakan untuk saudaramu.”" (HR. Muslim)

Do’a “dibelakang layar” itu sangat mustajab, dan dengan segala kerendahan hati kita harus yakin bahwa ada orang yang melakukannya untuk kita, tanpa kita sadari, tanpa kita tahu dan tanpa perlu tahu, tetapi wajib mengucapkan syukur dan terimakasih. Karena itu kita tidak bisa mengklaim bahwa apa yang kita dapatkan sekarang ini, tidak ada campur tangan orang lain.

Orang yang paling dekat dengan kita adalah orang tua kita. Merekalah orang-orang yang ruang ingatannya tak pernah kosong dari sosok-sosok kita. Dalam keadaan apapun. Do’anya tidak pernah putus menyertai kita, dalam segala keadaan. Entah kita sedang dekat dengan mereka, entah pula sedang saling berjauhan.

Mari kita coba putar ulang kembali ingatan kita pada masa lalu, ketika kita sedang berada dalam kesulitan, terhimpit tekanan, namun kemudian tiba-tiba saja Allah membukakan jalan kemudahan itu untuk kita, tanpa kita tahu kenapa itu terjadi. Pernahkan kita membayangkan bahwa boleh jadi ketika kesulitan itu datang menimpa, sampai pula do’a sang ibu kepada Allah. Di tengah malam yang gelap gulita, dalam dekapan rasa kantuk dan dinginnya angin malam, dalam kelelahan fisiknya yang termakan usia, ia teringat dengan kita; anak-anak tercintanya yang jauh dari sisinya. Ia terbangun, lalu membasuh muka dengan air wudhu, kemudian bersimpuh di hadapan-Nya. Dalam shalat malamnya ia bermunajat kepada-Nya, menyertakan do’a-do’a kerinduan dan keselamatan untuk kita. Lalu do’a-do’a itu menyeruak ke langit, menembus pekatnya malam, mengiringi langkah malaikat naik ke langit hendak melaporkan kegiatan hamba di waktu itu. Do’a itu tiba di langit, bersamaan dengan rintihan sakit yang kita derita. Bersamaan dengan keluhan sulitnya menaklukkan hidup. Bersamaan dengan sedu sedan kita menghadapi kegagalan.

Do’anya berbalas. Allah mengangkat kesulitan kita. Ini tentu tidak dapat dipungkiri. Karena kita selalu dalam ingatan orang tua-orang tua kita. Ingatannya selalu tertuju pada anaknya, dan karena itu ia berdo’a. Meskipun mungkin kita sendiri terkadang lupa dan tidak terlalu memperhatikannya, atau bahkan pernah melakukan kesalahan kepadanya.

detikInet

GUESTBOOK